Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum pemekaran, Aceh Barat mempunyai luas wilayah 10.097.04 km² atau 1.010.466 Ha dan merupakan bagian wilayah pantai barat dan selatan kepulauan Sumatera yang membentang dari barat ke timur mulai dari kaki gunung Geurutee (perbatasan dengan Aceh Besar) sampai ke sisi Krueng Seumayam (perbatasan Aceh Selatan) dengan panjang garis pantai sejauh 250 km. Sesudah dimekarkan luas wilayah menjadi 2.927,95 km².
Kota Meulaboh merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Indonesia, pada tanggal 8 Juli 2013. Kota ini terletak sekitar 245 km tenggara Kota Banda Aceh di Pulau Sumatera. Meulaboh meliputi Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian Kaway XVI dan Kecamatan Meureubo. Meulaboh adalah kota kelahiran Pahlawan Nasional Teuku Umar Johan Pahlawan. Meulaboh merupakan kota terbesar di pesisir barat-selatan Aceh dan salah satu area terparah akibat bencana tsunami yang dipicu oleh gempa bumi Samudra Hindia 2004. Pekerjaan sebagian besar penduduknya mencerminkan kehidupan perkotaan, yakni perdagangan dan jasa.
Kecamatan - Semenjak pemekaran wilayah, Kabupaten Aceh Barat berkurang lebih dari separuh wilayahnya dan kecamatan yang tersisa adalah sebagai berikut:
Arongan Lambalek, luas 130,06 km2 (4,44% luas Aceh Barat) (27 desa/kelurahan)
Bubon, luas 129,58 km2 (4,43% luas Aceh Barat) (17 desa/kelurahan)
Johan Pahlawan, luas 44,91 km2 (1,53% luas Aceh Barat) (21 desa/kelurahan)
Kaway XVI, luas 510,18 km2 (62 desa/kelurahan)
Meureubo, luas 112,87 km2 (26 desa/kelurahan)
Pantai Ceureumen, luas 490,25 km2 (25 desa/kelurahan)
Panton Reu, luas 83,04 km2 (19 desa/kelurahan)
Samatiga, luas 140,69 km2 (32 desa/kelurahan)
Sungai Mas, luas 781,73 km2 (18 desa/kelurahan)
Woyla (43 desa/kelurahan)
Woyla Barat, luas 123 km2 (24 desa/kelurahan)
Woyla Timur, luas 132 km2 (26 desa/kelurahan)
Sejarah - Penamaan Meulaboh diduga kuat terkait dengan letaknya yang berdekatan dengan laut dan dapat dilaboh pukat ataupun melabuhkan kapal. H. M. Zaninuddin dalam buku Tarich Atjeh dan Nusantara mencatat, kawasan ini awalnya dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Menurut sebagian pendapat, Negeri Pasir Karam diperkirakan telah ada sejak abad ke-15 atau pada masa pemerintahan Sultan Sultan Saidil Mukamil (1588-1604). Pada waktu itu mulai dibuka perkebunan merica, tapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk memuat kemenyan dan kapur barus.[butuh rujukan] Adapun penamaan Negeri Pasir Karam menjadi Meulaboh, sebagaimana yang dijelaskan Zainuddin dalam bukunya, terkait erat dengan kisah pendaratan sejumlah pendatang dari Minangkabau. Kata "Meulaboh" sendiri dalam Kamus Aceh-Indonesia yang disusun oleh Aboe Bakar, dkk berarti: "berlabuh" atau "tempat berlabuh". Menurut pendapat versi ini, sejak itulah Negeri Pasi Karam lambat laun dikenal dengan nama Meulaboh, yaitu dikait-kaitkan dengan kisah pendaratan pendatang dari Minangkabau tersebut.
Silsilah Raja Meulaboh
Raja-raja yang pernah bertahta di kehulu-balangan Kaway XVI hanya dapat dilacak dari T. Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama T.Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama T.Tjik Ali dan digantikan anaknya oleh T.Tjik Abah (sementara) dan kemudian diganti oleh T.Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang tertua menjadi Raja Meulaboh bernama T.Tjik Raja Nagor yang pada tahun 1913 meninggal dunia karena diracun, dan kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Teuku Tjik Ali Akbar, sementara anak T.Tjik Raja Nagor yang bernama Teuku Raja Neh, masih kecil.
Saat Teuku Raja Neh (ayah dari H.T.Rosman. mantan Bupati Aceh Barat) anak dari T. Tjik Raja Nagor besar ia menuntut agar kerajaan dikembalikan kepadanya, namun T.Tjik Ali Akbar yang dekat dengan Belanda malah mengfitnah T. Raja Neh sakit gila, sehingga menyebabkan T Raja Neh dibuang ke Sabang. Pada tahun 1942 Jepang masuk ke Meulaboh, T.Tjiek Ali Akbar dibunuh oleh Jepang bersama dengan Teuku Ben, Keujreun Polem dan pada tahun 1978, mayatnya baru ditemukan di bekas Tangsi Belanda atau sekarang di Asrama tentara Desa Suak Indrapuri. Selanjutnya Meulaboh diperintah para Wedana dan para Bupati lalu pecah menjadi Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Jaya.